Sabtu, 20 Juni 2015

BUMN,Kekuatan BUMN sebagai Organisasi, Jasa Pembiayaan Milik Negara dan Struktur Revenue BUMN

Nama : Hafiyya Shabrina(23213833)
                                                                                                        Kelas : 2EB15

1. Badan usaha milik negara (disingkat BUMN) atau perusahaan milik negara merujuk kepada perusahaan atau badan usaha yang dimiliki pemerintah sebuah negara
BUMN sebagai Badan Usaha Milik Negara sering ditafsirkan bahwa
negara berkuasa penuh terhadap kinerja BUMN. Sehingga BUMN
menjadi tergantung kepada siapa yang memerintah dan yang
menjalankannya.


·         BUMN menjadi fokus perhatian masyarakat, karena adanya gap
            antara fasilitas yang dimiliki BUMN dengan harapan masyarakat.
·         BUMN beroperasi dengan dukungan fasilitas penuh (modal,
            perlakuan, sektoral). Sedangkan masyarakat sangat berharap
            mendapatkan manfaat dari keberadaan BUMN yang belum bisa
            terpenuhi secara optimal.
Kekuatan BUMN :
a. Jumlah Dan nilai aset yang besar
b. Posisi Dan bidang usaha yang strategis
c. Akses ke kekuasaan lebih besar
d. Akses ke sumber pendanaan, khususnya Bank pemerintah lebih
besar
e. Perlakuan birokrasi berbeda dengan swasta
f. Definisi negara sebagai pemilik dan pemerintah sebagai regulator
sulit untuk dipisahkan dan melekat pada BUMN itu sendiri.
Kelemahan BUMN :
a. Keterlibatan birokrasi dengan kepentingannya menimbulkan penyimpang-an
policy direction yang merugikan BUMN sendiri
b. Policy direction yang merugikan timbul karena adanya kepentingan elite
BUMN yang ditampilkan melalui formal policy
c. Birokrat di BUMN sulit membedakan dirinya sebagai birokrat atau profesional
perusahaan, sehingga menimbulkan political cost yang sulit diukur
d. Aset yang besar dan tidak disertai utilitas optimal berakibat over-investment
dan pemborosan yang membebani BUMN itu sendiri
e. Kemudahan dari negara adalah bentuk subsidi yang setara dengan cost bagi
rakyat banyak
f. Perlakuan istimewa negara kepada BUMN menjadikannya tidak
peka terhadap lingkungan usahanya, lemah dalam persaingan,
tidak lincah dalam bertindak, lamban mengambil keputusan,
sehingga hilangnya momentum yang berakhir pada kerugian
g. Privileges yang diberikan birokrasi harus dikompensasi dengan
memberikan kemudahan kepada pihak lain melalui policy
direction yang menjadi political cost bagi BUMN.
h. Keterlibatan birokrasi dalam BUMN yang berlangsung lama
sering menyulitkan direksi untuk bertindak objektif.

2. Macam-macam Perusahaan milik Negara:

Perbankan:
PT Bank Negara Indonesia, Tbk (BNI)
PT Bank Rakyat Indonesia, Tbk (BRI)
PT Bank Tabungan Negara (BTN)
PT Bank Ekspor Indonesia (BEI)
PT Bank Mandiri Tbk
Asuransi
PT Asuransi ABRI (ASABRI)
PT Asuransi Ekspor Indonesia (ASEI)
PT Asuransi Jasa Indonesia (JASINDO)
PT Asuransi Jasa Raharja
PT Asuransi Jiwasraya
PT Asuransi Kesehatan Indonesia (ASKES)
PT Jamsostek
PT Reasuransi Umum Indonesia (RUI)
PT Taspen
Jasa Pembiayaan
PT Danareksa
PT Kliring Berjangka Indonesia
Perum Pegadaian
PT Permodalan Nasional Madani
PT PANN (Persero)
Perum Sarana Pengembangan Usaha
Jasa Konstruksi
PT Adhi Karya Tbk
PT Brantas Abipraya
PT Hutama Karya
PT Istaka Karya
PT Nindya Karya
Perum Pengembangan Perumahan Nasional
PT Pembangunan Perumahan
PT Wijaya Karya Tbk.
PT Waskita Karya
Konsultan Konstruksi
PT Bina Karya
PT Indah Karya
PT Indra Karya
PT Virama Karya
PT Yodya Karya
Penunjang Konstruksi
PT Amarta Karya
PT Jasa Marga
Jasa Penilai
PT Biro Klasifikasi Indonesia
PT Surveyor Indonesia
PT Sucofindo
PT Survai Udara Penas
Jasa Lainnya
Perum Jasa Tirta I
Perum Jasa Tirta II
PT Perusahaan Pengelola Aset
Telekomunikasi
Perum Produksi Film Negara
Logistik dan Pariwisata
Pelabuhan
PT Pelabuhan Indonesia I
PT Pelabuhan Indonesia II (PELINDO II)
PT Pelabuhan Indonesia III
PT Pelabuhan Indonesia IV
Pelayaran
PT ASDP Indonesia Ferry
PT Bahtera Adhiguna
PT Djakarta Lloyd
PT Pelayaran Nasional Indonesia
Kebandarudaraan
PT Angkasa Pura I
PT Angkasa Pura II (AP II)
Angkutan Darat
Perum DAMRI
PT Kereta Api Indonesia
Perum PPD
Logistik
PT Bhanda Ghara Reksa
Perum Bulog
PT Pos Indonesia
PT Varuna Tirta Prakasya
Perdagangan
PT PP Berdikari
PT Perusahaan Perdagangan Indonesia
PT Sarinah
Pengerukan
PT Pengerukan Indonesia
Industri Farmasi
PT Bio Farma
PT Indofarma Tbk
PT Kimia Farma Tbk
KAWASAN INDUSTRI
PT Kawasan Berikat Nusantara
PT Kawasan Industri Medan
PT Kawasan Industri Makasar
PT Kawasan Industri Wijaya Kusuma
PT Pengusahaan Daerah Industri Pulau Batam
(Persero Batam)
Pariwisata
PT Hotel Indonesia Natour
Bali Tourism Development Corporation (BTDC)
PT TWC Borobudur, Prambanan dan Ratu Boko
Usaha Penerbangan
PT Garuda Indonesia
PT Merpati Nusantara Airlines
Dok dan Perkapalan
PT Dok dan Perkapalan Kodja Bahari
PT Dok dan Perkapalan Surabaya
PT Industri Kapal Indonesia
Pertambangan
PT Aneka Tambang, Tbk (ANTAM)
PT Pertamina
PT Sarana Karya
PT Timah Tbk
3. Jasa pembiayaan milik Negara
Pembiayaan
Adapun perusahaan BUMN yang bergerak di bidang pembiayaan antara lain:
PT Danareksa (Persero) : PT Danareksa adalah Badan Usaha Milik Negara Indonesia yang bergerak di bidang jasa keuangan. Perseroan terbatas yang didirikan pada tahun 1976 ini melakukan kegiatan utama di bidang pasar modal dan pasar uang meliputi antara lain sebagai perusahaan pembiayaan,perantara pedagang efek, penjamin emisi efek, serta pengelolaan investasi dan reksa dana. Danareksa juga melakukan usaha yang biasa dilakukanoleh perusahaan amanat (trust fund), seperti pengeluaran surat berharga yang dikaitkan dengan portofolio dari suatu perusahaan.
PT kliring Berjangka Indonesia (Persero): PT Kliring Berjangka Indonesia (Persero) (KBI) didirikan pada tanggal 25 Agustus 1984, yang merupakan salah satu    otoritas pada industri berjangka dan derivatif di Indonesia yang saat ini sahamnya dimiliki secara penuh oleh       Pemerintah Republik Indonesia.
PERUM Pegadaian : PT Pegadaian adalah sebuah BUMN di Indonesia yang usaha intinya adalah  bidang jasa penyaluran kredit kepada masyarakat atas dasar hukum gadai.
PT Permodalan Nasional Madani (PNM) (Persero) : PT Permodalan Nasional Madani (Persero) didirikan sebagai bagian dari solusi strategis pemerintah untuk meningkatkan perekonomian masyarakat melalui pengembangan akses permodalan dan program peningkatan kapasitas bagi para pelaku Usaha Mikro, Kecil, Menengah, dan Koperasi (UMKMK)
PT Pann Multi Finance (Persero) : PT PANN Multi Finance (dahulu PT Pengembangan Armada Niaga Nasional (Persero)), yang lebih dikenal dengan singkatan PT PANN, adalah Badan Usaha Milik Negara Indonesia yang bergerak di bidang pembiayaan kapal
PERUM Jamkrindo :

PT Perusahaan Pengelola Aset : PT Perusahaan Pengelola Aset (Persero) (“PPA”)  didirikan Pemerintah pada 27 Februari 2004 melalui Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 2004 untuk melaksanakan pengelolaan aset eks Badan Penyehatan Perbankan Nasional (“BPPN”) yang tidak berperkara hukum.

Dalam melaksanakan tugas pengelolaan dimaksud,  Menteri Keuangan RI dan Direktur Utama PPA menandatangani Perjanjian Pengelolaan Aset  tanggal 24 Maret 2004 untuk jangka waktu lima tahundan untuk selanjutnya dapat diperpanjang masing-masing untuk jangka waktu satu tahunan. 
Melalui Peraturan Pemerintah No. 61 Tahun 2008 tanggal 4 September 2008, Pemerintah memperluas maksud dan tujuan PPA dengan menambah ruang lingkup tugas baru PPA menjadi  sebagai berikut:
pengelolaan aset eks BPPN;
restrukturisasi dan/atau revitalisasi Badan Usaha Milik Negara;
kegiatan investasi;
kegiatan pengelolaan aset Badan Usaha Milik Negara.
4. Struktur revenue atau pendapatan BUMN
·         BUMN sebagai development agent boleh boros atas nama
            pembangunan, sehingga manajemen memanfaatkan posisinya
            untuk keuntungan pribadi.
·         BUMN memiliki strategic position atau natural monopoli, sehingga
            revenue bersumber dari captive market yang jarang dimiliki ole


Daftar Pustaka :
http://web.unair.ac.id/admin/file/f_19997_sei10.pdf
https://www.google.co.id/search?q=JASA+PEMBIAYAAN+MILIK+NEGARA&biw=1366&bih=643&source=lnms&tbm=isch&sa=X&ei=G96FVZOCBJLguQTmyYHwBw&ved=0CAcQ_AUoAg&dpr=1#tbm=isch&q=perusahaan+milik+negara&imgrc=dVin2DqAbsOHwM%253A%3B7PQvSDBb4OcSAM%3Bhttp%253A%252F%252F2.bp.blogspot.com%252F-lX5JOFmCWC0%252FUhCzjpWIyqI%252FAAAAAAAABtw%252FXqFtHuZS29Q%252Fs1600%252Flogo-bumn.jpg%3Bhttp%253A%252F%252Fdamaruta.blogspot.com%252F2014%252F10%252Ffungsi-dan-peran-bumn-bums-bumd.html%3B600%3B404
https://id.wikipedia.org/wiki/Kliring_Berjangka_Indonesia
http://www.pnm.co.id/
https://id.wikipedia.org/wiki/PANN_Multi_Finance

http://www.jamkrindo.com/sejarah-perusahaan

Minggu, 17 Mei 2015

HaKI (Kekayaan Intelektual)

Nama: Hafiyya Shabrina (23213833)
2EB15

A.    Pengertian
            Hak Kekayaan Intelektual, disingkat “HKI” atau akronim “HaKI”, adalah padanan kata yang biasa digunakan untukIntellectual Property Rights (IPR), yakni hak yang timbul bagi hasil olah pikir yang menghasikan suatu produk atau proses yang berguna untuk manusia pada intinya HKI adalah hak untuk menikmati secara ekonomis hasil dari suatu kreativitas intelektual. Objek yang diatur dalam HKI adalah karya-karya yang timbul atau lahir karena kemampuan intelektual manusia.
Secara garis besar HKI dibagi dalam 2 (dua) bagian,yaitu:
1)  Hak Cipta (copyright);
2)  Hak kekayaan industri (industrial property rights), yang mencakup:
- Paten (patent);
- Desain industri (industrial design);
- Merek (trademark);
- Penanggulangan praktek persaingan curang (repression of unfair competition);
- Desain tata letak sirkuit terpadu (layout design of integrated circuit);
- Rahasia dagang (trade secret).
B. Sistem HKI:
            Sistem HKI merupakan hak privat (private rights). Disinilah ciri khas HKI. Seseorang bebas untuk mengajukan permohonan atau mendaftar karya intelektual atau tidak. Hak eksklusif yang diberikan negara kepada individu pelaku HKI (inventor, pencipta, pendesain, dan sebagainya) tidak lain dimaksud sebagai penghargaan atas hasil karya (kreativitas)nya dan agar orang lain terangsang untuk lebih lanjut mengembangkan lagi, sehingga dengan sistem HKI tersebut kepentingan masyarakat ditentukan melalui mekanisme pasar. Di samping itu, sistem HKI menunjang diadakannya sistem dokumentasi yang baik atas bentuk kreativitas manusia sehingga kemungkinan dihasilkan teknologi atau hasil karya lain yang sama dapat dihindarkan/dicegah. Dengan dukungan dokumentasi yang baik tersebut, diharapkan masyarakat dapat memanfaatkan dengan maksimal untuk keperluan hidup atau mengembangkan lebih lanjut untuk memberikan nilai tambah yang lebih tinggi lagi.
Sampai mana sebuah penemuan atau sebuah merk/brand harus memiliki kekayaan Intelektual?
1.      Merek dagang adalah merek yang digunakan pada barang yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan barang-barang sejenis lainnya.
2.      Merek jasa adalah merek yang digunakan pada jasa yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan jasa-jasa sejenis lainnya.
Merek kolektif adalah merek yang digunakan pada barang dan/atau jasa dengan karakteristik yang sama yang dengan diperdagangkan oleh beberapa orang atau badan hukum secara bersama-sama untuk membedakan dengan barang dan/atau jasa sejenis lainnya.


Pemakaian merek berfungsi sebagai:
1.         Tanda pengenal untuk membedakan hasil produksi yang dihasilkan seseorang atau             beberapa  orang secara bersama-sama atau  badan hukum dengan produksi orang lain           atau badan hukum lainnya;
2.         Sebagian alat promosi, sehingga mempromosikan hasil produksinya cukup dengan             menyebut mereknya;
3.         Sebagai jaminan atas mutu barangnya;
4.         Menunjukkan asal barang/jasa dihasilkan.

Fungsi Pendaftaran Merk :

1.      Sebagai alat bukti sebagai pemilik yang berhak atas merek yang didaftarkan;
2.      Sebagai dasar penolakan terhadap merek yang sama keseluruhan atau sama pada pokoknya yang dimohonkan pendaftaran oleh orang lain untuk barang/jasa sejenisnya;
3.      Sebagai dasar untuk mencegah orang lain memakai merek yang sama keseluruhan  atau  sama  pada pokoknya  dalam  peredaran  untuk barang/jasa sejenisnya.
Prmohon :
Pemohon adalah pihak yang mengajukan permohonan yaitu:
Orang/Perorangan
Perkumpulan
Badan Hukum (CV, Firma, Perseroan)
            Diatas adalah alas an kenapa kita harus menaftarkan dan memiliki HAKI karena beberapa fungsi diatas agar produk atau brand yang kita miliki tidak sama atau tidak di copy oleh orang lain.
Merk yang Tidak dapat Terdaftar:
Merek tidak dapat didaftarkan karena merek tersebut:

1.      Didaftarkan oleh pemohon yang bertikad tidak baik;
2.      Bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, moralitas keagamaan, kesusilaan, atau ketertiban umum;
3.      Tidak memiliki daya pembeda;
      4. Telah menjadi milik umum; atau
     5. Merupakan keterangan atau berkaitan dengan  barang  atau jasa  yang                   dimohonkan pendaftarannya. (Pasal 4 dan Pasal 5 UUM)
UUD tentang HAKI:
   





C. Prosedur Pendaftaran Merk


Permohonan Pendaftaran Merek
1.       Permohonan pendaftaran merek diajukan dengan cara mengisi formulir yang telah disediakan untuk itu dalam bahasa Indonesia dan diketik rangkap 4 (empat);
2.      Pemohon wajib melampirkan:
a.      surat pernyataan di atas kertas bermeterai cukup yang ditandatangani oleh pemohon (bukan kuasanya), yang menyatakan bahwa merek yang dimohonkan adalah miliknya;
b.      surat kuasa khusus, apabila permohonan pendaftaran diajukan melalui kuasa;
c.       salinan resmi akte pendirian badan hukum atau fotokopinya yang dilegalisir oleh notaris, apabila pemohon badan hukum;
d.      24 lembar etiket merek (4 lembar dilekatkan pada formulir) yang dicetak di atas kertas;
e.      bukti prioritas asli dan terjemahannya dalam bahasa Indonesia, apabila permohonan diajukan menggunakan hak prioritas;
f.        fotokopi kartu tanda penduduk pemohon;
g.      bukti pembayaran biaya permohonan.
Jika melanggar HAKI :
            Hak cipta merupakan salah satu objek yang dilindungi oleh Hak kekayaan intelektual, berdasarkan Undang- Undang No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi Pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
            Undang- undang mengatur mengenai pelanggaran atas hak cipta. Di dalam UU No. 19 Tahun 2002 ditegaskan bahwa suatu perbuatan dianggap pelanggaran hak cipta jika melakukan pelanggaran terhadap hak eksklusif yang merupakan hak Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak dan untuk memberikan izin atau melarang pihak lain yang tanpa persetujuannya membuat, memperbanyak, atau menyiarkan karya ciptanya. Sehingga berdasarkan ketentuan undang- undang ini, maka pihak yang melanggar dapat digugat secara keperdataan ke pengadilan niaga. Hal ini sebagaimana dibunyikan pada ketentuan Pasal 56 ayat (1), (2), dan (3) sebagai berikut:
• Pemegang Hak Cipta berhak mengajukan gugatan ganti rugi kepada Pengadilan Niaga atas pelanggaran Hak Ciptaannya dan meminta penyitaan terhadap benda yang diumumkan atau hasil Perbanyakan Ciptaan itu.
• Pemegang Hak Cipta juga berhak memohon kepada Pengadilan Niaga agar memerintahkan penyerahan seluruh atau sebagian penghasilan yang diperoleh dari penyelenggaraan ceramah, pertemuan ilmiah, pertunjukan atau pameran karya, yang merupakan hasil pelanggaran Hak Cipta.
• Sebelum menjatuhkan putusan akhir dan untuk mencegah kerugian yang lebih besar pada pihak yang haknya dilanggar, hakim dapat memerintahkan pelanggar untuk menghentikan kegiatan Pengumuman dan/atau Perbanyakan Ciptaan atau barang yang merupakan hasil pelanggaran Hak Cipta.
            Sementara itu dari sisi pidana pihak yang melakukan pelanggaran hak cipta dapat dikenai sanksi pidana berupa pidana penjara dan/atau pidana denda. Maksimal pidana penjara selama 7 tahun dan minimal 2 tahun, sedangkan pidana dendanya maksimal Rp. 5 miliar rupiah dan minimal Rp. 150 juta rupiah



Sumber:
 http://119.252.161.174/pengertian-hak-kekayaan-intelektual/
http://119.252.161.174/bidang-hki/
http://119.252.161.174/sistem-hki/
http://pusathki.uii.ac.id/konsultasi/konsultasi/pelanggaran-hak-cipta-dan-akibat-hukumnya.html

https://www.dgip.go.id/produk-hukum-hki

Minggu, 19 April 2015

Hukum Perjanjian (Kontrak)

Nama : Hafiyya Shabrina (23213833)
Kelas : 2EB15

HUKUM PERJANJIAN (KONTRAK)

                Kontrak atau contracts (dalam bahasa inggris) dalam pengertian yang lebih luas sering dinamakan juga dengan istilah perjanjian. Kontrak adalah Peristiwa di mana dua orang atau lebih saling berjanji untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu perbuatan tertentu, biasanya secara tertulis.

                Para pihak yang bersepakat mengenai hal-hal yang diperjanjikan, berkewajiabn untuk menaati dan melaksanakannya, sehingga perjanjian tersebut menimbulkan hubungan hokum yang disebut perikatan (verbintenis).
                Hukum kontrak (contract of law) memiliki beberapa asas di dalam pelaksanaannya. Sebagian dari kita pasti sudah sering mendengar dan tidak asing lagi dengan asas-asas tersebut. Beberapa asas dalam hukum kontrak dimaksud yaitu asas kebebasan berkontrak, asas konsensualisme, asas pacta sunt servanda (asas kepastian hukum), dan asas itikad baik. Berikut akan dipaparkan secara singkat mengenai masing-masing asas tersebut.
  • 1.       Konsensualisme

           Konsensualisme berasal dari perkataan “consensus” yang berarti kesepakatan.
Dengan kesepakatan dimaksudkan bahwa diantara pihak-pihak yang bersangkutan tercapai persesuaian kehendak, artinya :apa yang dikehendaki oleh yang satu adalah pula yang dikehendaki oleh yang lain. Kedua kehendak itu bertemu dalam “sepakat” tersebut. Tercapainya sepakat ini        dinyatakan oleh kedua belah pihak dengan mengucapkan perkataan-perkataan, misalnya: “setuju”, “accord”, “oke” dan lain-lain sebagainyaataupun dengan bersama-sama manaruh  tanda tangan dibawah pernyataan-pernyataan tertulis sebagai tanda (bukti) bahwa kedua belah  pihak telah menyetujui segala apa yang tertera diatas tulisan itu.
                Bahwa apa yang dikehendaki oleh yang satu itu adalah juga yang dikehendaki oleh yang lain atau bahwa kehendak mereka adalah “sama”, sebenarnya tidak tepat. Yang betul adalah bahwa       yang mereka kehendaki adalah “sama dalam kebalikannya”, misalnya : yang satu ingin   melepaskan hak miliknya atas suatu barang  asal diberi sejumlah uang tertentu sebagai   gantinya, sedangkan yanglain ingin memperoleh hak milik atas barang tersebut dan bersedia                 memberikan sejumlah uang yang disebutkan itu sebagai gantinya kepada pemilik barang.
                Dari mana dapat kita ketahui atau kita simpulkan bahwa hukum perjanjian B.W. menganut asas   konsensualise itu? Menurut pendapat kami, asas tersebut harus kita simpulkan dari pasal 1320,   yaitu pasal yang mengatur tentang syarat-syarat sahnya suatu perjanjian dan tidak dari pasal            1338 (1) sepertidiajarkan oleh beberapa penulis. Bahkan oleh pasal 1338 (1) yang berbunyi :     “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang           membuatnya” itu dimaksudkan untuk menyatakan tentang kekuatan perjanjian, yaitu kekuatan yang sama dengan suatu undang-undang.
                Pengecualian “Asas Konsensual”
                Ada yang dinamakan perjanjian-perjanjian “ formal” atau pula yang dinamakan perjanjian “riil” itu merupakan kekecualian. Perjanjian formal adalah misalnya perjanjian “perdamaian” yang    menurut pasal 1851 (2) B.W. harus diadakan secara tertulis (kalau tidak maka ia tidak sah),     sedangkan perjanjian riil adalah perjanjian “pinjam-pakai” yang menurut pasal 1740 baru                 tercipta dengan diserahkannya barang yang menjadi obyeknya atau perjanjian “penitipan” yang                   menurut pasal 1694 baru terjadi dengan diserahkannya barang yang dititipkan. Untuk    perjanjian-perjanjian ini tidak cukup dengan adanya sepakat saja, tetapi disamping itu    diperlukan suatu formalitas atau suatu perbuatan yang nyata (riil).

  • 2.       Pacta Sunt Servanda

      Pacta Sunt Servanda (aggrements must be kept) adalah asas hukum yang menyatakan bahwa “setiap perjanjian menjadi hukum yang mengikat bagi para pihak yang melakukan   perjanjian.     Asas ini menjadi dasar hukum Internasional karena termaktub dalam pasal 26 Konvensi Wina 1969 yang menyatakan bahwa “every treaty in force is binding upon the parties to it and must be performed by them in good faith” (setiap perjanjian mengikat para pihak dan  harus dilaksanakan dengan itikad baik).

       Pacta sunt Servanda pertama kali diperkenalkan oleh Grotius yang kemudian mencari  dasar pada sebuah hukum perikatan dengan mengambil pronsip-prinsip hukum alam, khususnya kodrat. Bahwa seseorang yang mengikatkan diri pada sebuah janji mutlak untuk memenuhi janji tersebut (promissorum implendorum obligati).

                Menurut Grotius, asas pacta sunt servanda ini timbul dari premis bahwa kontrak secara alamiah dan sudah menjadi sifatnya mengikat berdasarkan dua alasan, yaitu :
Sifat kesederhanaan bahwa seseorang harus berkejasama dan berinteraksi dengan orang lain, yang berarti orang ini harus saling mempercayai yang pada gilirannya memberikan kejujuran dan kesetiaan
Bahwa setiap individu memiliki hak, dimana yang paling mendasar adalah hak milik yang bisa dialihkan. Apabila seseorang individu memilik hak untuk melepaskan hak miliknya, maka tidak ada alasan untuk mencegah dia melepaskan haknya yang kurang penting khususnya melalui kontrak.

  • 3. Kebebasan Berkontrak

             
   Asas kebebasan berkontrak merupakan tiang dari sistem hukum perdata, khususnya hukum perikatan yang diatur Buku III KUHPerdata. Bahkan menurut Rutten, hukum perdata, khususnya hukum perjanjian, seluruhnya didasarkan pada asas kebebasan berkontrak. Asas kebebasan berkontrak yang dianut hukumIndonesia tidak lepas kaitannya dengan Sistem Terbuka yang dianut Buku III KUHPerdata merupakan hukum pelengkap yang boleh dikesampingkan oleh para pihak yang membuat perjanjian.
                Dengan asas kebebasan berkontrak orang dapat menciptakan perjanjian-perjanjian baru yang dikenal dalam Perjanjian Bernama dan isinya menyimpang dari Perjanjian Bernama yang diatur oleh undang-undang.
Sutan Remy Sjahdeini menyimpulkan ruang lingkup asas kebebasan berkontrak sebagai berikut:
o   kebebasan untuk membuat atau tidak membuat perjanjian;
o   kebebasan untuk memilih dengan pihak siapa ia ingin membuat perjanjian;
o   kebebasan untuk memilih causa perjanjian yang akan dibuatnya;
o   kebebasan untuk menentukan objek suatu perjanjian;
o   kebebasan untuk menentukan bentuk suatu perjanjian
o   kebebasan untuk menerima atau menyimpangi ketentuan undang-undang yang bersifat opsional (aanvullen, optional).
                Asas kebebasan berkontrak ini bersifat universal, artinya berlaku juga dalam berbagai sistem huk perjanjian di negara-negara lain dan memiliki ruang lingkup yang sama.
Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata mengakui asas kebebasan berkontrak dengan menyatakan, bahwa semua perjanjian yang dimuat secara sah mengikat para pihak sebagai undang-undang

Jadi , Kesimpulannya :
Asas Kebebasan Berkontrak
                Asas kebebasan berkontrak terdapat pada ketentuan Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata, yaitu semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Dengan adanya asas kebebasan berkontrak ini, maka kepada para pihak diberikan kebebasan sebagai berikut :
·         Membuat atau tidak membuat perjanjian;
·         Memilih akan mengadakan / membuat perjanjian dengan pihak yang diinginkan;
·         Menentukan isi, pelaksanaan, dan persyaratan perjanjian;
·         Menentukan bentuk perjanjian yang akan dibuat, apakah dalam bentuk tertulis atau lisan;

Kemudian pembatasan terhadap asas kebebasan berkontrak juga dapat disimpulkan melalui pasal 1338 ayat (3) yang menyatakan bahwa suatu perjanjian hanya dilaksanakan dengan itikad baik. Oleh karena itu para pihak tidak dapat menentukan sekehendak hatinya klausul-klausul yang terdapat dalam perjanjiian tetapi harus didasarkan dan dilaksanakan dengan itikad baik. Perjanjian yang didasarkan pada itikad buruk misalnya penipuan mempunyai akibat hukum perjanjian tersebut dapat dibatalkan.
asas kebebasan berkontrak tidak mempunyai arti yang tidak terbatas, akan tetapi terbatas oleh tanggungjawab para pihak, dan dibatasi oleh kewenangan hakim untuk menilai isi dari setiap kontrak.

3.       Asas Konsensualisme
                Asas ini menyatakan bahwa perjanjian pada umumnya tidak diadakan secara formal, tetapi dapat cukup dengan adanya kesepakatan kedua belah pihak. Kesepakatan menunjukkan adanya persesuaian antara kehendak dan pernyataan yang dibuat oleh para pihak. Asas konsensualisme ini dapat dilihat pada ketentuan Pasal 1320 ayat (1) KUHPerdata, yaitu bahwa salah satu syarat sahnya perjanjian yaitu adanya kesepakatan kedua belah pihak. Mengenai kesepakatan sebagai salah satu syarat sahnya perjanjian telah saya bahas dalam 2 (dua) tulisan sebelumnya, yaitu Kesepakatan Dalam Perjanjian dan Syarat-Syarat Sahnya Perjanjian.

3.  Asas Pacta Sunt Servanda
                Asas pacta sunt servanda merupakan asas yang menunjukkan kepastian hukum. Dengan adanya asas ini maka kesekapakatan yang terjadi di antara para pihak mengikat selayaknya undang-undang bagi para pihak yang membuatnya. Pihak ketiga juga harus menghormati substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak dan tidak boleh melakukan intervensi terhadap isi kontrak yang dibuat tersebut. Asas ini dapat dilihat pada ketentuan Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata.

Sumber:
https://hukumperdataalfa.wordpress.com/2009/12/09/apa-yang-dinamakan-%E2%80%9Ckonsensualisme%E2%80%9D-itu/

http://rechtstat.blogspot.com/2011/01/asas-kebebasan-berkontrak-dan-batas.html
http://ngobrolinhukum.com/2014/06/27/beberapa-asas-hukum-kontrak/
http://www.jurnalhukum.com/asas-asas-perjanjian/

https://dukunhukum.wordpress.com/2012/04/09/asas-asas-kontrak-perjanjian/