Nama : Hafiyya Shabrina (23213833)
Kelas : 2EB15
HUKUM PERJANJIAN (KONTRAK)
Kontrak
atau contracts (dalam bahasa inggris) dalam pengertian yang lebih luas sering
dinamakan juga dengan istilah perjanjian. Kontrak adalah Peristiwa di mana dua
orang atau lebih saling berjanji untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu
perbuatan tertentu, biasanya secara tertulis.
Para
pihak yang bersepakat mengenai hal-hal yang diperjanjikan, berkewajiabn untuk
menaati dan melaksanakannya, sehingga perjanjian tersebut menimbulkan hubungan
hokum yang disebut perikatan (verbintenis).
Hukum kontrak (contract of law)
memiliki beberapa asas di dalam pelaksanaannya. Sebagian dari kita pasti sudah
sering mendengar dan tidak asing lagi dengan asas-asas tersebut. Beberapa asas
dalam hukum kontrak dimaksud yaitu asas kebebasan berkontrak, asas
konsensualisme, asas pacta sunt servanda (asas kepastian hukum), dan asas
itikad baik. Berikut akan dipaparkan secara singkat mengenai masing-masing asas
tersebut.
- 1. Konsensualisme
Konsensualisme
berasal dari perkataan “consensus” yang berarti kesepakatan.
Dengan kesepakatan dimaksudkan bahwa
diantara pihak-pihak yang bersangkutan tercapai persesuaian kehendak, artinya :apa yang
dikehendaki oleh yang satu adalah pula yang dikehendaki oleh yang lain. Kedua kehendak itu
bertemu dalam “sepakat” tersebut. Tercapainya sepakat ini dinyatakan oleh kedua belah pihak dengan
mengucapkan perkataan-perkataan, misalnya: “setuju”,
“accord”, “oke” dan lain-lain sebagainyaataupun dengan bersama-sama manaruh tanda tangan dibawah
pernyataan-pernyataan tertulis sebagai tanda (bukti) bahwa kedua belah pihak telah menyetujui segala
apa yang tertera diatas tulisan itu.
Bahwa apa yang dikehendaki oleh
yang satu itu adalah juga yang dikehendaki oleh yang lain atau bahwa kehendak mereka adalah “sama”,
sebenarnya tidak tepat. Yang betul adalah bahwa yang mereka kehendaki adalah “sama dalam kebalikannya”,
misalnya : yang satu ingin melepaskan
hak miliknya atas suatu barang asal
diberi sejumlah uang tertentu sebagai gantinya,
sedangkan yanglain ingin memperoleh hak milik atas barang tersebut dan bersedia
memberikan sejumlah uang
yang disebutkan itu sebagai gantinya kepada pemilik barang.
Dari mana dapat kita ketahui
atau kita simpulkan bahwa hukum perjanjian B.W. menganut asas konsensualise itu? Menurut
pendapat kami, asas tersebut harus kita simpulkan dari pasal 1320, yaitu pasal yang mengatur tentang
syarat-syarat sahnya suatu perjanjian dan tidak dari pasal 1338 (1) sepertidiajarkan oleh
beberapa penulis. Bahkan oleh pasal 1338 (1) yang berbunyi : “Semua perjanjian yang dibuat secara sah
berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”
itu dimaksudkan untuk menyatakan tentang kekuatan perjanjian, yaitu kekuatan yang sama dengan suatu undang-undang.
Pengecualian “Asas Konsensual”
Ada yang dinamakan
perjanjian-perjanjian “ formal” atau pula yang dinamakan perjanjian “riil” itu merupakan kekecualian. Perjanjian formal
adalah misalnya perjanjian “perdamaian” yang menurut
pasal 1851 (2) B.W. harus diadakan secara tertulis (kalau tidak maka ia tidak
sah), sedangkan perjanjian riil adalah
perjanjian “pinjam-pakai” yang menurut pasal 1740 baru tercipta dengan diserahkannya barang yang menjadi
obyeknya atau perjanjian “penitipan” yang menurut
pasal 1694 baru terjadi dengan diserahkannya barang yang dititipkan. Untuk perjanjian-perjanjian ini tidak cukup dengan
adanya sepakat saja, tetapi disamping itu diperlukan
suatu formalitas atau suatu perbuatan yang nyata (riil).
- 2. Pacta Sunt Servanda
Pacta
Sunt Servanda (aggrements must be kept) adalah asas hukum yang menyatakan bahwa “setiap
perjanjian menjadi hukum yang mengikat bagi para pihak yang melakukan perjanjian. Asas ini menjadi dasar hukum Internasional karena termaktub
dalam pasal 26 Konvensi Wina 1969 yang menyatakan bahwa “every treaty in
force is binding upon the parties to
it and must be performed by them in
good faith” (setiap perjanjian mengikat para pihak dan harus dilaksanakan
dengan itikad baik).
Pacta sunt
Servanda pertama kali diperkenalkan oleh Grotius yang kemudian mencari dasar pada sebuah hukum perikatan dengan
mengambil pronsip-prinsip hukum alam, khususnya kodrat. Bahwa seseorang yang mengikatkan diri pada sebuah janji
mutlak untuk memenuhi janji tersebut
(promissorum implendorum obligati).
Menurut Grotius, asas pacta sunt
servanda ini timbul dari premis bahwa kontrak secara alamiah dan sudah menjadi
sifatnya mengikat berdasarkan dua alasan, yaitu :
Sifat
kesederhanaan bahwa seseorang harus berkejasama dan berinteraksi dengan orang
lain, yang berarti orang ini harus saling mempercayai yang pada gilirannya
memberikan kejujuran dan kesetiaan
Bahwa setiap
individu memiliki hak, dimana yang paling mendasar adalah hak milik yang bisa
dialihkan. Apabila seseorang individu memilik hak untuk melepaskan hak
miliknya, maka tidak ada alasan untuk mencegah dia melepaskan haknya yang
kurang penting khususnya melalui kontrak.
- 3. Kebebasan Berkontrak
Dengan asas kebebasan berkontrak
orang dapat menciptakan perjanjian-perjanjian baru yang dikenal dalam
Perjanjian Bernama dan isinya menyimpang dari Perjanjian Bernama yang diatur
oleh undang-undang.
Sutan Remy
Sjahdeini menyimpulkan ruang lingkup asas kebebasan berkontrak sebagai berikut:
o
kebebasan untuk membuat atau tidak membuat
perjanjian;
o
kebebasan untuk memilih dengan pihak siapa ia
ingin membuat perjanjian;
o
kebebasan untuk memilih causa perjanjian yang
akan dibuatnya;
o
kebebasan untuk menentukan objek suatu
perjanjian;
o
kebebasan untuk menentukan bentuk suatu
perjanjian
o
kebebasan untuk menerima atau menyimpangi
ketentuan undang-undang yang bersifat opsional (aanvullen, optional).
Asas kebebasan berkontrak ini
bersifat universal, artinya berlaku juga dalam berbagai sistem huk perjanjian
di negara-negara lain dan memiliki ruang lingkup yang sama.
Pasal 1338 ayat
(1) KUHPerdata mengakui asas kebebasan berkontrak dengan menyatakan, bahwa
semua perjanjian yang dimuat secara sah mengikat para pihak sebagai
undang-undang
Jadi , Kesimpulannya :
Asas Kebebasan
Berkontrak
Asas kebebasan berkontrak
terdapat pada ketentuan Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata, yaitu semua perjanjian
yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
Dengan adanya asas kebebasan berkontrak ini, maka kepada para pihak diberikan
kebebasan sebagai berikut :
·
Membuat atau tidak membuat perjanjian;
·
Memilih akan mengadakan / membuat perjanjian
dengan pihak yang diinginkan;
·
Menentukan isi, pelaksanaan, dan persyaratan
perjanjian;
·
Menentukan bentuk perjanjian yang akan dibuat,
apakah dalam bentuk tertulis atau lisan;
Kemudian
pembatasan terhadap asas kebebasan berkontrak juga dapat disimpulkan melalui
pasal 1338 ayat (3) yang menyatakan bahwa suatu perjanjian hanya dilaksanakan
dengan itikad baik. Oleh karena itu para pihak tidak dapat menentukan
sekehendak hatinya klausul-klausul yang terdapat dalam perjanjiian tetapi harus
didasarkan dan dilaksanakan dengan itikad baik. Perjanjian yang didasarkan pada
itikad buruk misalnya penipuan mempunyai akibat hukum perjanjian tersebut dapat
dibatalkan.
asas kebebasan
berkontrak tidak mempunyai arti yang tidak terbatas, akan tetapi terbatas oleh
tanggungjawab para pihak, dan dibatasi oleh kewenangan hakim untuk menilai isi
dari setiap kontrak.
3.
Asas Konsensualisme
Asas ini menyatakan bahwa
perjanjian pada umumnya tidak diadakan secara formal, tetapi dapat cukup dengan
adanya kesepakatan kedua belah pihak. Kesepakatan menunjukkan adanya
persesuaian antara kehendak dan pernyataan yang dibuat oleh para pihak. Asas
konsensualisme ini dapat dilihat pada ketentuan Pasal 1320 ayat (1) KUHPerdata,
yaitu bahwa salah satu syarat sahnya perjanjian yaitu adanya kesepakatan kedua
belah pihak. Mengenai kesepakatan sebagai salah satu syarat sahnya perjanjian
telah saya bahas dalam 2 (dua) tulisan sebelumnya, yaitu Kesepakatan Dalam
Perjanjian dan Syarat-Syarat Sahnya Perjanjian.
3. Asas Pacta Sunt Servanda
Asas pacta sunt servanda
merupakan asas yang menunjukkan kepastian hukum. Dengan adanya asas ini maka
kesekapakatan yang terjadi di antara para pihak mengikat selayaknya
undang-undang bagi para pihak yang membuatnya. Pihak ketiga juga harus
menghormati substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak dan tidak boleh
melakukan intervensi terhadap isi kontrak yang dibuat tersebut. Asas ini dapat
dilihat pada ketentuan Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata.
Sumber:
https://hukumperdataalfa.wordpress.com/2009/12/09/apa-yang-dinamakan-%E2%80%9Ckonsensualisme%E2%80%9D-itu/
http://rechtstat.blogspot.com/2011/01/asas-kebebasan-berkontrak-dan-batas.html
http://ngobrolinhukum.com/2014/06/27/beberapa-asas-hukum-kontrak/
http://www.jurnalhukum.com/asas-asas-perjanjian/
https://dukunhukum.wordpress.com/2012/04/09/asas-asas-kontrak-perjanjian/